Mengajarkan Sopan Santun kepada Anak
Dalam PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Islam, Pendidikan pra sekolah, Penelitian Pendidikan, Taman Kanak-Kanak di April 22, 2012 pada 10:41 am “Anak-anak ke toilet tanpa minta ijin”, “anak-anak keluar masuk kelas tanpa ijin guru”, “anak-anak bertanya dengan cara menyeletuk”, dll. Banyak keluhan yang menjadi masalah guru SD yang dilist oleh teman-teman guru di salah satu SD Islam di Semarang yang sering saya kunjungi. Intinya, para guru sedang berhadapan dengan masalah karakter atau etika siswa SD yang tampaknya perlu diperbaiki.Pernah sekali saya duduk bersebelahan dengan seorang anak SD di dalam bis Kota Solo. Setelah agak lama kami berdiam diri, sebab saya pun sangat capek, saya iseng bertanya kepadanya, “Sekolahnya di mana?” Dia menyebutkan sebuah nama SD yang ada di dekat kampus UNS. “Hari ini ujian ya? Bisa ndak?” (waktu itu saya ingat sedang masa ujian anak SD). “Ya, alhamdulillah”. “Sekarang mau pulang?” Dijawab olehnya, “Ndak, Bu. Mau niliki (nengok) Ibu yang jualan di pasar”. Saya kemudian mengakhiri percakapan dan kami terdiam lama menikmati laju bis yang sungguh pelan. Tak lama dia berdiri hendak turun, dan yang membuat saya kagum, tak lupa dia mengucapkan, “Monggo, Bu”. Saking terkesimanya karena anak sekecil itu sangat santun, saya cuma menjawab, “Ya”. Saya masih sempat menengok dan mendengar suara seorang Ibu yang tampaknya ibunya, menyambutnya dengan sayang, “Eh, wis mulih tho, le?” (Eh, sudah pulang, Nak?). Saya tersenyum dan terbayang, alangkah bahagianya si Ibu mempunyai anak yang sungguh santun.
Lalu, bagaimana si anak tsb diajari oleh orang tuanya? Dan bagaimana pula mengajarkan semua adab, kesopanan, unggah-ungguh kepada anak-anak seusia SD?
Orang tua si anak tentu adalah orang yang santun pula, sehingga anaknya pun dengan mudah menirunya, karena setiap hari mereka mereka melihat dan mendengar kesantunan orang tuanya. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang tidak atau jarang mendengar orang tuanya berbicara dengan orang lain? Mereka lebih banyak mendengar orang tuanya menyuruh pembantu di rumah dengan suara keras atau teriakan? Untuk anak-anak seperti itu, maka guru-guru di sekolah memiliki tugas ekstra untuk mendidik mereka agar menjadi pribadi yang sopan.
Anak-anak SD berada pada usia pertumbuhan yang sangat pesat. Mereka umumnya sangat senang bergerak, berteriak, bermain, berbicara, dan sulit diajak diam. Tetapi mereka memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada gurunya. Karenanya, ketika berdebat dengan teman-temannya, dia sering membawa nama-nama guru sebagai bentuk pembelaan, misalnya dengan mengatakan, “Kata Bu Anu, itu ndak boleh”. Atau, ketika membantah orang tuanya, dia pun membawa-bawa dalil gurunya.
Oleh karenanya, pembelajaran sopan santun di sekolah, perlu memanfaatkan kepercayaan siswa tsb kepada gurunya. Aturan hendaknya dibuat oleh guru dengan mengajak siswa untuk merundingkan dan menyepakatinya bersama. Misalnya, adab murid dalam bertanya, bagaimana sebaiknya aturan mainnya? Apakah murid bisa langsung bertanya atau perlu mengacungkan tangan terlebih dahulu, dan meminta ijin untuk bertanya? Misalnya, dengan mengatakan, “Bu, maaf, bolehkah saya bertanya?” atau “Bu, saya mau tanya”, dll.
Ketika siswa hendak ke toilet, barangkali perlu mereka belajar kalimat sopan, “Bu, saya mau ijin ke kamar kecil”, atau “Bu, ijin ke kamar mandi”. Dan sekembalinya dari kamar mandi, siswa mengucapkan, “Bu, terima kasih”.
Untuk menanamkan kesopanan seperti itu, kalimat-kalimat di atas perlu diajarkan dengan cara menghafalkannya, dan dipraktekkan. Kalimat yang dipilih adalah kalimat yang baku, karena tidak sekedar sopan santun yang ingin diajarkan, tetapi juga bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh karena itu, selama siswa belum memahami bagaimana kalimat yang baku untuk meminta ijin, maka guru hendaknya mengajarkan satu pola kalimat meminta ijin yang tingkat kesulitannya disesuaikan dengan usia siswa pengguna. Misalnya, anak kelas 1, kosa katanya masih sederhana, sehingga tidak perlu mengajarkan kalimat yang panjang-panjang. Cukup yang sederhana, tetapi sudah memuat unsur kesopanan dan inti masalah yang ingin dia sampaikan.
Anak-anak yang berada di kelas atas (4-6), umumnya semakin sulit diajar dan jiwa memberontak serta kenakalannya semakin kentara. Itu yang disampaikan oleh teman-teman guru di sekolah tsb. Memang demikian adanya, namun tidak berarti mereka tidak bisa diajari sopan santun. Pola yang sama dengan anak kelas rendah (1-3) dapat diterapkan, yaitu dengan meminta mereka menghafal dan menggunakan kalimat terpilih ketika hendak minta ijin keluar kelas. Sekalipun pada tahap awal, mereka akan mengucapkannya sambil bermain-main atau berteriak, guru jangan berputus asa. Tetaplah koreksi apabila mereka salah atau lupa mengucapkannya. Anak-anak yang sulit sekali diajari untuk berlaku sopan, panggilah dia dan ajaklah bicara dari hati ke hati, sebab biasanya si anak memiliki masalah.
Dengan pola menghafal, diharapkan kalimat terpilih yang memenuhi kriteria sopan dapat secara spontan dipakainya di manapun, dan lama kelamaan menjadi kebiasaan yang melekat. Pola membiasakan sebuah adab melalui program hafal kalimat dan praktek rutin akan lebih mudah diajarkan kepada anak-anak TK atau SD kelas rendah. Anak-anak kelas 1 SD biasanya menganggap gurunya adalah yang paling hebat dan paling benar. Oleh karena itu, apa yang diajarkan kepada mereka, haruslah perkara yang baik dan benar.
Untuk membentuk anak-anak menjadi generasi yang santun, orang dewasa di sekitarnya harus merelakan diri membimbing mereka dan tidak boleh bosan melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar