Selamat datang di Blog SMK "KARYA TEKNIKA" Tohudan Colomadu Karanganyar Jawa Tengah Indonesia.
Pendaftaran
Minggu, 08 Juli 2012
Jumat, 06 Juli 2012
Minggu, 29 April 2012
Mengisi Kemerdekaan - 1
Sikap Generasi Penerus Bangsa Mengisi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia |
(Sebuah Renungan Dalam Rangka Mewujudkan Tujuan Penyelenggaraan Negara)
H.M. Hidayat Nur Wahid
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Upaya
pemahaman sejarah perjalanan bangsa oleh generasi penerus merupakan
bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang
terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah sebuah bangsa akan
dapat dijadikan sebagai pemersatu dan pengikat identitas bangsa di
tengah percaturan dan perkembangan hubungan negara bangsa. Ketika
seorang warga negara menampilkan gambaran sejarah, maka usaha negara
adalah mencoba sejauh mungkin memperkenalkan visi kesejarahan yang
relatif tunggal dan memberikan gambaran tentang sebuah sejarah nasional
yang dapat dipahami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan
kesejarahan nasional maka identitas bangsa akan terus terpelihara dalam
kesatuan kehidupan kebangsaan.H.M. Hidayat Nur Wahid
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Semakin penting suatu peristiwa akan semakin tinggi pula nilai simboliknya. Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan bangsa, antara lain mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka merebut kemerdekaan.
Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan buah dan puncak perjuangan bangsa Indonesia sejak berbad-abad sebelumnya. Peristiwa pembebasan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan itu makin mengarah kepada pencapaian tujuan ketika masyarakat Nusantara memasuki gerbang abad ke-20 dengan terjadinya perubahan fundamental dalam strategi perjuangan, yakni dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik melalui berbagai pergerakan dan beragam organisasi sosial politik.
Terdapat benang merah yang sangat jelas dan kuat antara momentum berdirinya berbagai organisasi sosial politik (dimulai dengan berdirinya Sarikat Dagang Islam pada 1905 dan Budi Utomo 1908) dan berkumandangnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan Proklamasi Kemerdekaan 1945. Ketiganya merupakan satu rangkaian tonggak-tonggak penting perjuangan pergerakan nasional yang monumental sebagai ikhtiar kolektif bangsa Indonesia membebaskan diri dari imperalisme dan kolonialisme serta membangun jiwa dan raga sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini kita mendapati secara konkret wujud bangsa Indonesia yang dalam istilah Benedict Anderson imagined communities atau “komunitas terbayang�?. Menurut Indonesianis ini, bangsa merupakan suatu “komunitas terbayang�? yang memiliki ikatan kebersamaan dan persatuan sebagai anggota komunitas bangsa tersebut. Inilah yang memungkinkan begitu banyak orang bersedia melenyapkan nyawa pihak lain, bahkan rela membayar perjuangannya dengan nyawa sendiri demi mewujudkan suatu “komunitas terbayang�? itu. Padahal para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan tak akan kenal dengan sebagian anggota bangsa yang lain, tidak pernah bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentang mereka.
Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 pada acara perumusan Undang-Undang Dasar mengatakan “Negara Indonesia harus dibangun dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama. Kebangsaan yang dianjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri dengan hanya mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa menuju persatuan dunia. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme�?.
Makna yang terkandung dalam pidato tersebut, memberikan pesan kepada generasi penerus bangsa untuk secara bahu-membahu membangun bangsa dalam kerangka persatuan. Melalui persatuan dan itikad bulat segenap komponen bangsa akan menjadikan bangsa ini yang kokoh dan kuat sehingga tujuan pencapaian negara sejahtera sebagaimana termaktub dalam Pembukaan akan dengan mudah tercapai. Indonesia adalah negara yang suku bangsa dan kekayaannya beraneka ragam, oleh karenanya, prinsip optimalisasi segenap keanekaragaman yang dimiliki harus menjadi tujuan utama. Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, tetapi semua buat semua, semua buat satu. Indonesia harus memiliki keyakinan diri untuk sanggup membela negara sendiri dan memiliki kekuatan yang nyata sebagai bangsa. Pada tingkatan sekarang, segenap komponen bangsa harus terlebih dahulu sadar akan kemampuan dan potensi yang dimiliki dan menyatupadukan segenap kehendak rakyat dalam rangka mencapai tujuan membentuk negara sejahtera.
Enam puluh dua tahun adalah usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Nilai kemerdekaan yang sudah dinikmati selama puluhan tahun ini merupakan modal dasar dalam melaksanakan proses pembangunan nasional. Namun dalam usia yang sudah sedemikian, bangsa Indonesia masih terus berada dalam pasang surut. Proses pembangunan bangsa Indonesia memang sempat tersendat akibat adanya berbagai musibah dan bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi. Tsunami, gempa, banjir, kekeringan, gagal panen, flu burung, polio, dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari peristiwa alam atau peristiwa sosial yang menjadi penghambat kelancaran proses pembangunan. Di samping itu, ada hal lain yang memprihatinkan, yaitu munculnya perilaku sosial yang kurang mendukung pada proses pengisian nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, pelanggaran hukum dan HAM, masih terus berlangsung.
Oleh sebab itu, melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia dapat dijadikan sebagai momentum melakukan refleksi nasional, memaknai kembali nilai-nilai yang dikandung dalam kemerdekaan negara Indonesia dan menumbuhkan kembali karakter perjuangan bangsa sebagai ciri khas dalam mendirikan dan membangun bangsa. Karakter bangsa adalah ciri khas yang dimiliki oleh sebuah bangsa, inilah yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain. Hal inilah yang harus terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan pencitraan bangsa dalam membangun dan berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.
Kemerdekaan merupakan hasil dari proses kerja dan usaha para pejuang masa lalu, persoalan ke depan yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa adalah bagaimana memaknai konteks kemerdekaan tersebut disesuaikan dengan hal-hal yang berkembang dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan kondisi sosial politik bangsa. Dengan demikian, segenap komponen bangsa dituntut untuk dapat mengedepankan makna kemerdekaan sesuai dengan keberadaan dan spesifikasi bidang dalam konteks pencapaian tujuan penyelenggaraan negara secara optimal. Konteks kemerdekaan harus dimaknai melalui perwujudan bersatupadunya segenap aspek, sumber daya, dan penyelenggara negara dalam sistem penyelenggaraan negara menuju tercapainya masyarakat sejahtera.
Seiring dengan perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta kebebasan seluruh rakyat Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Indikator-indikator ekonomi dan sosial inilah yang menentukan makna dan tingkat pencapaian kemerdekaan, sekaligus juga untuk menandai adanya kemajuan bangsa dalam perjalanan sejarah penyelenggaraan negara.
Di era globalisasi saat ini, makna kemerdekaan merupakan sebuah fakta interdependensi di mana bangsa, kelompok, dan individu masyarakat saling tergantung satu sama lain untuk secara bersama-sama memajukan peradaban dan pengembangan kemanusiaan. Tak jarang dalam proses interdependensi demikian muncul berbagai perbenturan kepentingan ataupun konflik peradaban yang secara tidak langsung akan menggiring masyarakat untuk terperosok ke dalam perangkap politik identitas sempit bersifat komunal.
Ekses negatif dari arus globalisasi dan liberalisasi apabila tidak direspons secara arif, khususnya oleh para elite politik kita, justru akan mengancam makna kemerdekaan di tingkat individual di masyarakat. Oleh karena itu, pengukuhan terhadap nilai-nilai dasar dari nasionalisme yang telah dibentuk sejak kemerdekaan, yaitu kecintaan terhadap pluralisme bangsa, solidaritas dan persatuan, merupakan ihwal yang esensial untuk dikembangkan sebagai upaya mengisi makna kemerdekaan kita.
Pluralisme tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa guna menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Kini tantangan dan kebutuhan bangsa telah berubah. Medan perjuangan telah bergeser jauh dibanding era Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Kondisi yang ada di hadapan bangsa telah berubah secara mendasar. Secara umum kondisi saat ini dalam berbagai aspek telah jauh berkembang dan maju dibanding era revolusi kemerdekaan tahun 1945. Namun demikian di sisi lain masih didapati kondisi buruk yang hidup di negeri ini, antara lain masih maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, lemahnya penegakan hukum, belum optimalnya penerapan demokrasi, masih munculnya konflik bersenjata antarkelompok masyarakat, menurunnya penerapan nilai-nilai agama dan moral, berkembangnya pergaulan bebas, dan maraknya penyalahgunaan narkoba. Seiring dengan itu sebagai dampak negatif globalisasi, di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, berkembang “kolonialisme gaya baru�?, antara lain melalui politik, militer, ekonomi, dan budaya yang sangat merugikan kepentingan dan kedaulatan negara-negara berkembang.
Mengingat besarnya persoalan yang dihadapi bangsa tersebut, diperlukan kekuatan yang besar dan hebat untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Kekuatan itu akan terbentuk jika dapat diwujudkan peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya, yang disertai pembaruan tekad bersama untuk melaksanakannya secara konsisten dan konsekuen.
Terkait dengan ini, hendaknya kita pahami bersama bahwa peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama dari seluruh komponen bangsa merupakan kesempatan sejarah yang lain yang tidak kalah heroiknya dibanding kesempatan sejarah di sekitar zaman Proklamasi. Itulah kesempatan yang bisa kita tangkap dan kita kembangkan dalam semangat yang serupa dengan mereka yang menangkap kesempatan sejarah dalam zaman revolusi kemerdekaan dahulu.
Mengingat pada zaman Proklamasi 1945 kaum pemuda telah memainkan sejarah sangat penting, maka sekarang ini kaum pemuda dipanggil kembali untuk mengambil peran kesejarahan yang lain (another historical opportunity), yaitu untuk berjuang kembali mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang berkembang dewasa ini bersama-sama komponen bangsa yang lain secara demokratis dan konstitusional. Kaum pemuda, baik secara perorangan maupun kelompok dan organisasi, dapat mengambil peran sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya. Baik hal itu dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pengurus karang taruna atau remaja masjid, aktivis LSM, kader organisasi, pegawai pemerintah, pegawai swasta, guru, dosen, peneliti, politisi, polisi dan tentara, nelayan, petani, dan lain sebagainya.
Terkait dengan ini, kaum pemuda hendaknya menyadari bahwa “penjajahan gaya baru�? yang tengah melanda berbagai negara berkembang, termasuk di negeri kita, tidak kalah merusaknya dibanding penjajahan bersenjata pada zaman dahulu. Oleh karena itu, kehidupan bangsa hendaknya dikembalikan dengan mengacu kepada nilai-nilai luhur bangsa yang berlandaskan ajaran agama, moral, dan etika. Kaum pemuda dapat membentuk budaya sendiri yang mengakar kepada kepribadian dan adat istiadat masyarakat kita sendiri yang telah berkembang selama ratusan tahun, yang berciri religius, persaudaraan, persahabatan, dan harmoni dengan alam dan masyarakat. Budaya kita tersebut memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding budaya impor dari negara maju yang bermuatan hedonisme, individualisme, dan liberalisme. Untuk itulah, kaum pemuda hendaknya memegang erat budaya bangsa serta mengembangkannya secara terus menerus agar sesuai dengan perkembangan zaman selama tidak menjadi kehilangan ciri khas dan substansi asalnya.
Peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama oleh kaum pemuda itu sangat membutuhkan kesadaran sejarah pertumbuhan bangsa dan perjalanan bangsa pada masa lalu yang dipenuhi masa pasang dan surut serta suka duka. Terkait dengan ini, penting bagi kaum muda untuk mempelajari sejarah bangsa kita secara utuh, obyektif, dan kritis. Berbagai lembaran sejarah Indonesia memberikan pelajaran dan pengalaman penting bagaimana seharusnya kaum pemuda memainkan peran dan membuat sejarah saat ini dan masa datang.
Terkait dengan hal ini, kaum pemuda hendaknya memiliki penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, pejuang, dan tokoh pada masa lalu yang telah mengukir dan membuat sejarah. Mereka telah memberikan pengabdian jauh di atas standar kewajaran, bahkan mengorbankan jiwa dan raganya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Adalah sangat penting kaum muda menempatkan mereka pada tempat terhormat dengan tetap menyadari bahwa mereka juga tetap manusia yang tidak luput dari salah dan kekurangan. Prinsip kaum pemuda dalam hal ini adalah apa-apa yang baik dari mereka hendaknya diteruskan, dan apa yang tidak baik, hendaknya ditinggalkan.
Perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai dasar perjuangan berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan. Saat ini, sudah seharusnya segenap komponen bangsa bahu membahu menyatukan langkah memajukan bangsa, khusus untuk penyelenggara negara perwujudannya dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kebenaran. Untuk generasi muda, momentum kemerdekaan dapat dijadikan sebagai pemicu membangkitkan semangat kebangsaan dan patriotisme.
Akhirnya, momentum peringatan kemerdekaan dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya memperkaya pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa yang diharapkan akan membantu membentuk dan mematangkan kepribadian dan meneguhkan tekad serta semangat penyelenggara negara dan generasi bangsa untuk membangun masyarakat dan bangsa sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=747&Itemid=135
Tujuan Pendidikan - 1
Semoga situs ini dapat menstimulasikan diskusi mengenai Tujuan Pendidikan.
Tujuan
Pendidikan (Kemdiknas): "Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sejalan dengan itu, pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan memperoleh layanan pendidikan; kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Sebagai organisasi yang berkedudukan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar bertugas menjabarkan visi dan misi Kementerian Pendidikan Nasional di atas, baik saat perumusan dan atau pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pendidikan dasar. Dengan demikian, secara umum tujuan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar adalah Menjamin Terselenggaranya Layanan Pendidikan Dasar untuk Bangsa Indonesia secara Prima.* (Ref: Tujuan) - Baik kan?
Sejalan dengan itu, pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan memperoleh layanan pendidikan; kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Sebagai organisasi yang berkedudukan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar bertugas menjabarkan visi dan misi Kementerian Pendidikan Nasional di atas, baik saat perumusan dan atau pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pendidikan dasar. Dengan demikian, secara umum tujuan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar adalah Menjamin Terselenggaranya Layanan Pendidikan Dasar untuk Bangsa Indonesia secara Prima.* (Ref: Tujuan) - Baik kan?
Tetapi kami di Pendidikan.Network
sering bingung oleh karena strategi-strategi yang
didorongkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Kita
(Kemdiknas). Misalnya Pembelajaran Berbasis-ICT,
apakah ini sesuai dengan tujuan pendidikan kita?
Bukan Pembelajaran Berbasis-ICT Mengancam Mutu Pendidikan
Kita? Maupun Tidak Terjangkau Di Seluruh Indonesia,
Kan? Banyak sekolah belum mempunyai cukup
komputer untuk mengajar Mata Pelajaran TIK (yang
betul penting untuk semua anak kita). Jadi,
Bagaiamana Strategi Ini Dapat Menghadapi Mutu
Pendidikan maupun Pemerataan Pendidikan Sesuai UU Kita?
Apakah ini sesuai dengan
"kualitas/mutu dan relevansi" yang dijanjikan?
Dengan "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta - Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! - Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) - Apakah ini sesuai dengan janji "kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan"?
"ICW: RSBI Itu Cuma Proyek Pemerintah!" Bagaimana Membuat Sekolah RSBI Menghadapai Masalah Banyak Sekolah Yang Rusak Atau Ambruk? Apakah Membangunkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Adalah Prioritas Untuk Bangsa Kita? Bagaimana RSBI Dapat Menghadapi Masalah Pemerataan Pendidikan Di Indonesia, Maupun "Pendidikan Bermutu Untuk Semua"? Info lanjut...
Bagaimana Mutu Manajemen (dan Pelaksanaan) Pendidikan kita? "Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah" (ICW) "Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya." ICW: Analisis 5 Tahun Pemberantasan Korupsi Pendidikan (2004-2009).
Apakah itu Tujuan Pendidikan Kita Yang Salah atau Mutu SDM Di Tingkat Manajemen Pendidikan Kita Yang Salah? Yang kelihatannya seringkali menjadi masalah adalah "artinya, cara melaksanakan dan mencapaikan" tujuan pendidikan kita, kan?
Ada Yang Kira Menuju "Budi Pekerti" Adalah Tujuan Pendidikan Kita Yang Baik?
Re: "Nilai-nilai budi pekerti antara lain meliputi : adil, amanah, antisipasif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berpikir jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bijaksana, cerdas, cermat, cinta ilmu, dedikasi, demokratis, dinamis, disiplin, efesien, efektif, empati, gigih, giat, hemat, hormat, hati-hati, harmonis, iman, ikhlas, istighfar, inisiatif, inovatif, jujur, kasih sayang, keras kemauan, ksatria, komitmen, konstruktif, konsisten, kooperatif, kreatif, lapang dada, lemah lembut, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, menghargai, menjaga, nalar(logis), optimis, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, percaya diri, produktif, proaktif rajin, ramah, rasa indah, rasa malu, rasional, rela berkorban, rendah hati, sabar, saleh, setia, sopan santun, sportif, susila, syukur, takwa, taat, teguh, tangguh, tanggungjawab, tawakal, tegar, tegas, tekun, tenggang rasa, terbuka, tertib, terampil, tekun, tobat, ulet, unggul, wawasan luas, wirausaha, yakin."
Ref: "Pendidikan Berwawasan Budi Pekerti"
Oleh : Dedi Suherman, Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Informasi ini dari Pak Dedi dapat sangat membantu kita mengarah ke tujuan pendidikan yang berarti. Seperti banyak bahasa yang sudah umum di Indonesia, kalau kita mencari definisi atau informasi lanjut itu seringkali sulit, bukan main.
Misalnya, "budi pekerti" saya sudah lama anggap adalah sesuatu yang sangat penting dalam konsep dan tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebudayaan di Indonesia.
Kayaknya Bukan Hanya Pendidikan Network Yang Bingung Tentang Tujuan Pendidikan Kita
Baru kemarin saya ikut salah satu rombongan guru yang ingin melaksanakan pelatihan untuk guru-guru di banyak wilayah di Indonesia. Karena tujuan mereka, menurut saya, adalah kurang jelas saya tanya banyak guru (anggota) apa tujuan pendidikan menurut mereka. Jawaban-nya sangat konsistan "Mencerdaskan Bangsa". Ya masuk akal, saya kira di semua negara tujuan pendidikan adalah begitu kira-kira.
Tetapi yang sangat aneh, waktu saya tanya apa artinya cerdas, naaa... mereka bingung.... Maupun tidak ada yang dapat menjawab dengan jelas, dan kayaknya banyak yang kurang berani coba menjawab. Bagaimana mereka sebagai guru dapat mengajar kalau tujuan mereka sendiri "Mencerdaskan Bangsa" adalah kurang jelas, apalagi melatih guru-guru lain? - Saya ikut bingung :-)
Kalau akar dan tujuan pendidikan kita tidak jelas, bagaimana kita dapat mengembangkan pendidikan bermutu di negara kita? Jelas sampai sekarang yang diutamakan adalah hafalan... Kalau anak dapat ingat yang diajarkan oleh guru anak itu disebutkan cerdas, atau dinilaikan dalam ujian yang berbasis-hafalan - di nilaikan cerdas. Kasihan anak-anak maupun bangsa kita, karena faktor-faktor seperti anda sebut di atas yang sangat penting "budi pekerti" yang kebanyakan berbasis-perilaku, yang bukan sesuatu yang dapat dinilkaikan dalam ujian berbasis-hafalan, tidak dihargai atau dinilaikan secara efektif. Apalagi isu yang terpenting di negara kita sekarang "kreativitas".
Kalau kita ingin menuju bangsa yang cerdas, pasti kemampuan untuk mengkritik, menganalisa, sintesis, inovasi, kreativitas, dllllll juga sangat penting untuk anak-anak kita. Di negara maju faktor-faktor begini dianggap penting dari pendidikan tingkat SD, mengapa tidak dianggap penting di sini?
Kami tertarik dengan informasi dari Pak Dedi. Kami baru membuat situs Metodologi.Com dan sedang (It's a big job :-) mengisi dengan info yang terkait metodologi yang penting untuk mencerdaskan bangsa, tetapi yang sangat penting juga adalah itu sesuai isu-isu "budi pekerti" yang dapat sangat mengkaitkan metodologi modern dengan kebudayaan kita. Mohon sampaikan definisi anda untuk anak cerdas ke saya ya :-)
Terus terang kami kaget bahwa domain Metodologi.Com belum digunakan kemarin. Mengapa ya? Padahal, Tujuan Pendidikan Yang Jelas, dan Metodologi Yang Efektif adalah faktor-faktor yang paling penting kalau kita menuju Pendidikan Bermutu maupun Guru Bermutu.
Salam Pendidikan
Phillip Rekdale
http://pendidikan.net/
Kepercayaan kami sangat didukung oleh saran dari Wakil Menteri Pendidikan Nasional Profesor Fasli Jalal....
Dengan "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta - Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! - Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) - Apakah ini sesuai dengan janji "kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan"?
"ICW: RSBI Itu Cuma Proyek Pemerintah!" Bagaimana Membuat Sekolah RSBI Menghadapai Masalah Banyak Sekolah Yang Rusak Atau Ambruk? Apakah Membangunkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Adalah Prioritas Untuk Bangsa Kita? Bagaimana RSBI Dapat Menghadapi Masalah Pemerataan Pendidikan Di Indonesia, Maupun "Pendidikan Bermutu Untuk Semua"? Info lanjut...
Bagaimana Mutu Manajemen (dan Pelaksanaan) Pendidikan kita? "Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah" (ICW) "Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya." ICW: Analisis 5 Tahun Pemberantasan Korupsi Pendidikan (2004-2009).
Apakah itu Tujuan Pendidikan Kita Yang Salah atau Mutu SDM Di Tingkat Manajemen Pendidikan Kita Yang Salah? Yang kelihatannya seringkali menjadi masalah adalah "artinya, cara melaksanakan dan mencapaikan" tujuan pendidikan kita, kan?
Ada Yang Kira Menuju "Budi Pekerti" Adalah Tujuan Pendidikan Kita Yang Baik?
Re: "Nilai-nilai budi pekerti antara lain meliputi : adil, amanah, antisipasif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berpikir jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bijaksana, cerdas, cermat, cinta ilmu, dedikasi, demokratis, dinamis, disiplin, efesien, efektif, empati, gigih, giat, hemat, hormat, hati-hati, harmonis, iman, ikhlas, istighfar, inisiatif, inovatif, jujur, kasih sayang, keras kemauan, ksatria, komitmen, konstruktif, konsisten, kooperatif, kreatif, lapang dada, lemah lembut, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, menghargai, menjaga, nalar(logis), optimis, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, percaya diri, produktif, proaktif rajin, ramah, rasa indah, rasa malu, rasional, rela berkorban, rendah hati, sabar, saleh, setia, sopan santun, sportif, susila, syukur, takwa, taat, teguh, tangguh, tanggungjawab, tawakal, tegar, tegas, tekun, tenggang rasa, terbuka, tertib, terampil, tekun, tobat, ulet, unggul, wawasan luas, wirausaha, yakin."
Ref: "Pendidikan Berwawasan Budi Pekerti"
Oleh : Dedi Suherman, Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Informasi ini dari Pak Dedi dapat sangat membantu kita mengarah ke tujuan pendidikan yang berarti. Seperti banyak bahasa yang sudah umum di Indonesia, kalau kita mencari definisi atau informasi lanjut itu seringkali sulit, bukan main.
Misalnya, "budi pekerti" saya sudah lama anggap adalah sesuatu yang sangat penting dalam konsep dan tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebudayaan di Indonesia.
Kayaknya Bukan Hanya Pendidikan Network Yang Bingung Tentang Tujuan Pendidikan Kita
Baru kemarin saya ikut salah satu rombongan guru yang ingin melaksanakan pelatihan untuk guru-guru di banyak wilayah di Indonesia. Karena tujuan mereka, menurut saya, adalah kurang jelas saya tanya banyak guru (anggota) apa tujuan pendidikan menurut mereka. Jawaban-nya sangat konsistan "Mencerdaskan Bangsa". Ya masuk akal, saya kira di semua negara tujuan pendidikan adalah begitu kira-kira.
Tetapi yang sangat aneh, waktu saya tanya apa artinya cerdas, naaa... mereka bingung.... Maupun tidak ada yang dapat menjawab dengan jelas, dan kayaknya banyak yang kurang berani coba menjawab. Bagaimana mereka sebagai guru dapat mengajar kalau tujuan mereka sendiri "Mencerdaskan Bangsa" adalah kurang jelas, apalagi melatih guru-guru lain? - Saya ikut bingung :-)
Kalau akar dan tujuan pendidikan kita tidak jelas, bagaimana kita dapat mengembangkan pendidikan bermutu di negara kita? Jelas sampai sekarang yang diutamakan adalah hafalan... Kalau anak dapat ingat yang diajarkan oleh guru anak itu disebutkan cerdas, atau dinilaikan dalam ujian yang berbasis-hafalan - di nilaikan cerdas. Kasihan anak-anak maupun bangsa kita, karena faktor-faktor seperti anda sebut di atas yang sangat penting "budi pekerti" yang kebanyakan berbasis-perilaku, yang bukan sesuatu yang dapat dinilkaikan dalam ujian berbasis-hafalan, tidak dihargai atau dinilaikan secara efektif. Apalagi isu yang terpenting di negara kita sekarang "kreativitas".
Kalau kita ingin menuju bangsa yang cerdas, pasti kemampuan untuk mengkritik, menganalisa, sintesis, inovasi, kreativitas, dllllll juga sangat penting untuk anak-anak kita. Di negara maju faktor-faktor begini dianggap penting dari pendidikan tingkat SD, mengapa tidak dianggap penting di sini?
Kami tertarik dengan informasi dari Pak Dedi. Kami baru membuat situs Metodologi.Com dan sedang (It's a big job :-) mengisi dengan info yang terkait metodologi yang penting untuk mencerdaskan bangsa, tetapi yang sangat penting juga adalah itu sesuai isu-isu "budi pekerti" yang dapat sangat mengkaitkan metodologi modern dengan kebudayaan kita. Mohon sampaikan definisi anda untuk anak cerdas ke saya ya :-)
Terus terang kami kaget bahwa domain Metodologi.Com belum digunakan kemarin. Mengapa ya? Padahal, Tujuan Pendidikan Yang Jelas, dan Metodologi Yang Efektif adalah faktor-faktor yang paling penting kalau kita menuju Pendidikan Bermutu maupun Guru Bermutu.
Salam Pendidikan
Phillip Rekdale
http://pendidikan.net/
Kepercayaan kami sangat didukung oleh saran dari Wakil Menteri Pendidikan Nasional Profesor Fasli Jalal....
"JAKARTA, KOMPAS.com - Proses
belajar-mengajar di sekolah kerap membosankan dan tidak
menyenangkan karena guru yang terlalu dominan di ruang
kelas.
"Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa." -- Fasli Jalal
"Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa," kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam diskusi panel Pendidikan Profesi Guru di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Sabtu (4/12/2010)"
Apakah kita mungkin dapat berharap anak-anak kita akan Aktif (maupun Pro-Aktif), Kreatif, dan Mampu Berkontribusi Kepada Perkembangan Indonesia dengan Pembelajaran-Pasif?
"Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa." -- Fasli Jalal
"Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa," kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam diskusi panel Pendidikan Profesi Guru di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Sabtu (4/12/2010)"
Apakah kita mungkin dapat berharap anak-anak kita akan Aktif (maupun Pro-Aktif), Kreatif, dan Mampu Berkontribusi Kepada Perkembangan Indonesia dengan Pembelajaran-Pasif?
(Situs Perkembangan Profesional Secara Swadaya)
Kunci-nya untuk mencapaikan mutu pendidikan yang Tingkat Dunia adalah
Pembelajaran-Aktif (Student-Centred) dan Kontekstual.
Belajar - 1
PENGERTIAN DAN DEFINISI BELAJAR
Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia
dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan
kemampuan-kemampuan yang lain.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi belajar menurut beberapa ahli”
# NASUTION
Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan
# ERNEST H. HILGARD
Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu
# NOTOATMODJO
Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup
# AHMADI A.
Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia
# OEMAR H.
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan
# CRONBACH
Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan panca indranya
# WINKEL
Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap
# NOEHI NASUTION
Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara karena suatu hal
# SNELBECKER
Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal
# WHITERINGTON
Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap
Berikut ini adalah pengertian dan definisi belajar menurut beberapa ahli”
# NASUTION
Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan
# ERNEST H. HILGARD
Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu
# NOTOATMODJO
Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup
# AHMADI A.
Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia
# OEMAR H.
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan
# CRONBACH
Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan panca indranya
# WINKEL
Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap
# NOEHI NASUTION
Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara karena suatu hal
# SNELBECKER
Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal
# WHITERINGTON
Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap
(indahf/Carapedia)
Pencarian Terbaru (100)
Pengertian belajar. Pengertian belajar menurut para ahli. Definisi
belajar. Pengertian pembelajaran menurut para ahli. Definisi belajar
menurut para ahli. Pengertian belajar menurut beberapa ahli. Pengertian
belajar dan pembelajaran menurut para ahli.
Belajar menurut para ahli. Defenisi belajar. Definisi belajar
menurut beberapa ahli. Pengertian belajar menurut ahli. Arti belajar
menurut para ahli. Belajar dan pembelajaran menurut para ahli.
Pembelajaran menurut ahli.
Defenisi belajar menurut para ahli. Pengertian kemampuan menurut
para ahli. Pengertian melatih. Definisi belajar menurut ahli. Belajar
menurut ahli. Pengertian belajar menurut slameto. Devinisi belajar.
Pengertian belajar menurut. Konsep belajar menurut para ahli.
Pengertian cara belajar. Definisi belajar dan pembelajaran. Pengertian
metode belajar menurut para ahli. Pengertian belajar mengajar menurut
para ahli. Definisi pembelajaran menurut ahli.
Makna belajar menurut para ahli. 10 definisi belajar. Makna
belajar. Pengertian mendidik. Definisi belajar menurut tokoh. Pengertian
pengetahuan menurut notoatmodjo. Pengertian melatih menurut para ahli.
Teori belajar menurut para ahli. Apa pengertian belajar. Pengertian
pelajar menurut para ahli. Pengertian mendidik menurut para ahli.
Definisi cara belajar. Definisi pengertian pendidikan menurut para ahli.
Cara belajar menurut para ahli.
Definisi kemampuan menurut para ahli. Pengertian dan definisi
belajar menurut para ahli. Pengertian belajar menurut para akhli.
Definisi pembelajaran menurut para tokoh. Pengertian kemampuan belajar.
Pengertian belajar menurut para pakar. Pengertian teori belajar menurut
para ahli.
Pengertian pembelajaran menurut para pakar. Pengertian%20belajar.
10 pengertian belajar. Pengertian pengajaran menurut beberapa ahli. 5
definisi belajar. Pengertian interaksi belajar mengajar menurut para
ahli. Definisi belajar menurut para tokoh.
Pengertian belajar menurut para tokoh. Pengertian belajar menurut
pakar. Definisi mendidik menurut para ahli. Belajar. Belajar menurut
para pakar. Pengetian belajar. Pengertian belajar para ahli.
Pengertian dan definisi belajar. Pengertian sikap belajar. Arti
kemampuan menurut para ahli. Pengertian belajar dari beberapa ahli.
Pengertian belajar dan mengajar menurut para ahli. Pengertian belajar
menurut 5 ahli. Konsep konsep belajar menurut para ahli.
Definisi belajar menurut. Definisi pengajaran menurut ahli.
Pegertian belajar. Pemahaman belajar. Pengertian pola belajar. Belajar
adalah. 5 pengertian belajar.
Pengertian belajar menurut beberapa tokoh. Pengertian kepribadian
menurut beberapa ahli. Pengertian kepribadian menurut para ahli. Belajar
dan pembelajaran. Definisi belajar menurut pendapat para ahli.
Pengertian makna belajar. Komentar pengertian belajar dan pemelajaran
menurut para akhli.
10 definisi mengajar. Penertian belajar. Pengertian belajar adalah.
Devinisi belajar menurut para ahli. Pengertian kiat belajar. Pengertian
pembelajaran menurut 5 ahli. Pembelajaran menurut para pakar.
Pengertian belajar menurut parah ahli. Definisibelajar. Belajar
menurut beberapa ahli. Definisi pengetahuan menurut notoatmodjo. Teori
belajar menurut ahli. Pengertian belajar mengajar. Belajar menurut
slameto.
Pendidikan - 1
PENDIDIKAN BERWAWASAN BUDI PEKERTI
Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 Amandemen, menugaskan kepada
pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
oleh undang-undang. Salah satu penjabaran dari isi pasal tersebut di
atas tertuang dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa yang menyatakan “ Mengarahkan orientasi pendidikan yang
mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu
dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan
budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang
menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan
emosional dan spiritual serta amal kebajikan.Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3 ditegaskan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdeskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Sejalan dengan isi UU diatas maka lahir Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 adalah memantapkan pendidikan budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika dan estetika sejak didi di kalangan peserta didik dan pengembangan wawasan kesenian, kebudayaan dan lingkungan hidup.
Ditegaskan pula dalam Visi Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009, Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025, bahwa “Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar yaitu :
- Dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budu pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi estetis.
- Dimensi kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinsestetis.
Untuk mencapai tujuan mulia di atas jelas tidak mudah, apalagi pada era dimana mayoritas masyarakat cenderung lebih mementingkan hal-hal yang bersifat materialistik, hedonistik, upaya untuk mencapai tujuan mulia di atas sungguh sangat berat dan sulit.
Oleh karena itu diperlukan kesatupaduan pandangan, persepsi dan komitmen semua pihak terkait dengan bidang pendidikan yang didukung oleh tekad yang kuat, kebijakan yang konsisten, pelaksanaan yang konsekuen didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Hal yang sangat esensial untuk tercapainya tujuan dan cita-cita di atas adalah keteladanan pemimpin, guru, orang tua dan pembiasaan peserta didik berbudi pekerti luhur sejak usia dini.
Sebelum membahas langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk membina generasi berbudi pekerti, perlu kita pahami apa yang dimaksud budi pekerti. Budi Pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tingkah laku, akhlak dan watak. Budi merupakan alat batin yang memandu akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk, benar salah, watak, perbuatan, daya upaya dan akal sehingga menentukan kualitas diri seseorang yang tercermin dalam ucapan dan perbuatannya. Budi pekerti berkaitan erat dengan sikap dan perilaku dalam hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam sekitar.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa budi pekerti berkaitan erat dengan adab yang menunjukkan sifat batin manusia, misalnya keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ketuhanan, cinta kasih dan kesosialan.
Nilai-nilai budi pekerti antara lain meliputi : adil, amanah, antisipasif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berpikir jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bijaksana, cerdas, cermat, cinta ilmu, dedikasi, demokratis, dinamis, disiplin, efesien, efektif, empati, gigih, giat, hemat, hormat, hati-hati, harmonis, iman, ikhlas, istighfar, inisiatif, inovatif, jujur, kasih sayang, keras kemauan, ksatria, komitmen, konstruktif, konsisten, kooperatif, kreatif, lapang dada, lemah lembut, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, menghargai, menjaga, nalar(logis), optimis, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, percaya diri, produktif, proaktif rajin, ramah, rasa indah, rasa malu, rasional, rela berkorban, rendah hati, sabar, saleh, setia, sopan santun, sportif, susila, syukur, takwa, taat, teguh, tangguh, tanggungjawab, tawakal, tegar, tegas, tekun, tenggang rasa, terbuka, tertib, terampil, tekun, tobat, ulet, unggul, wawasan luas, wirausaha, yakin.
Nilai-nilai budi pekerti di atas mudah untuk diucapkan tapi sulit diamalkan. Seorang pendidik untuk menjelaskan nilai-nilai tersebut di atas tidak memerlukan waktu yang relatif lama, satu atau dua kali tatap muka dengan peserta didik dapat dengan mudah menjelaskannya. Tapi apabila nilai-nilai budi pekerti tersebut di atas ingin nampak dalam kepribadian sehari-hari memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk merealisasikannya memerlukan manajemen dalam arti memanfaatkan dan memberdayakan segala sumber daya manusia dan benda secara efektif, efesien, kontinyu dan konsisten.
Implementasi Manajemen Sekolah Berwawasan Budi Pekerti hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan integral sistemik. Perangkat-perangkat yang ada meliputi perangkat keras (hardware) seperti sarana dan prasarana sekolah, perangkat lunak (software) seperti kurikulum, media pembelajaran, dan perangkat pikir (brainware) seperti kemampuan pengembangan pemikiran, tidak bisa berdiri sendiri, terpisah satu dengan lainnya, tetapi semuanya harus saling terkait dan saling mendukung. Bila ketiga perangkat tersebut tidak disinergiskan dan bersifat farsial maka penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam kepribadian sehari-hari pada peserta didik sulit direalisasikan.
Penciptaan situasi dan kondisi sekolah yang kondusif hendaknya terwujud dalam rangka mendukung terbentuknya perilaku dan tindakan siswa yang berakhlak mulia,berbudi pekerti luhur. Secara umum, suasana kondusif itu terkait dengan teraplikasinya dimensi-dimensi dasar manusia, yang meliputi :
- Dimensi fisiologis yaitu tekait dengan penampilan (performance) fisik guru dan stap yang setiap hari menjadi perhatian siswa.
- Dimensi intelektual, menunjukkan kemampuan nalar guru untuk menjawab segala pertayaan yang diajukan siswa.
- Dimensi emosional, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dan berempati kepada siswa.
- Dimensi spiritual, yaitu nampaknya sifat-sifat keimanan dan ketakwaan dalam ucapan dan tindakan guru
- Dimensi sosial yaitu kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa sehingga merangsang sikap simpatik siswa kepada guru.
Salah satu penyebab lunturnya nilai-nilai budi pekerti mulia adalah kurangnya figur keteladanan dari para orang tua, guru, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.
Perlu kita sadari bahwa :
“Mewarisi generasi dengan budi pekerti terpuji lebih mudah daripada mewarisi mereka dengan materi duniawi.”
“Meneladani generasi muda dengan akhlak mulia lebih utama daripada memberikan harta benda”http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2011/06/25/pendidikan-berwawasan-budi-pekerti/
Pitutur - 1
Pitutur Luhur
Supaya kehidupan berjalan baik, para pinisepuh telah mewariskan pitutur luhur – petuah luhur supaya kita semua tetap berpegang kepada paugeraning urip – tata cara kehidupan luhur, yang secara tradisi selalu dilaksanakan dan dihormati seluruh warga dengan sadar dan mantap
Petuah dan ajaran warisan leluhur Jawa/Nusantara sengaja disebar kemana-mana, tidak berupa sebuah buku tuntunan. Ini dimaksudkan oleh para pinisepuh, supaya anak cucu termasuk penulis dan anda semua mengerti, bahwa belajar dan mencari ilmu itu perlu usaha yang tekun.
Tidak jemu-jemunya para pinisepuh menebarkan ajaran luhur lewat sloka-sloka, tembang-tembang, babad, cerita tutur, peribahasa dll, supaya anak keturunan dimanapun dan kapanpun selalu ingat untuk menjaga perilaku yang baik dan patut, selalu percaya diri, berpegang teguh kepada Budi Pekerti, tatakrama dan tata susila, tidak sombong, sopan dan bersikap rendah hati – andap asor.
Piweling/ ajaran yang utama adalah : Tansah eling marang Pangeran – Selalu ingat kepada Tuhan, sebab Gusti ora sare – karena Tuhan tidak tidur, artinya : mengetahui segalanya.
Petuah lewat peribahasa
Dalam pergaulan sehari-hari, beberapa peribahasa dibawah ini, kiranya masih relevan dan bermanfaat dan bila diperhatikan dan dilaksanakan yang baik dan dihindari yang jelek, akan membuat suasana kehidupan dimasyarakat enak, rukun dan menyenangkan.
Zaman Edan
Salah satu pitutur klasik yang kondang adalah Zaman Edan , karya agung pujangga Ranggawarsita, sebagai berikut :
Amenangi zaman edan
Mengalami zaman edan/gila
Ewuh aya ing pambudiSerba sulit menentukan perilaku
Melu edan nora tahanMau ikutan berbuat gila, tak sampai hati
Yen tan melu anglakoniKalau tak ikutan
Boya keduman milikTidak kebagian rejeki ( uang, harta)
Kaliren wekasanipunJadinya kelaparan
Dilalah karsa Allah
Sudah menjadi kehendak Tuhan
Begja-begajne kang lali, luwih begja kang eling lan waspadaSeberapapun untung yang didapat oleh orang yang lagi lupa, masih lebih bahagia orang yang sadar dan waspada.
Melecehkan kebenaran
Ada zaman yang menyedihkan bagi orang baik-baik, ketika kebenaran dan orang baik-baik dilecehkan, seperti pada ungkapan ini :
Wong bener thenger-thenger,
Wong salah bungah-bungah,
Wong apik ditampik-tampik.
Artinya :
Orang benar jadi susah,
Orang salah malahan senang hidupnya,
Orang baik tidak diterima bahkan diusir.
Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang.Yang jahat dibilang baik, yang baik dikatakan jahat.
Ini merupakan gambaran keadaan yang rancu, dimana nilai-nilai moral kejangkitan penyakit.
Sindiran kepada orang tak bermutu
Ada saja orang tak bermutu dizaman apapun, orang-orang yang berlagak sok pintar.
Contohnya :
Kakehan gludhug kurang udan.
Kebanyakan guntur, hujannya sedikit. Artinya kebanyakan ngomong, yang benar sedikit.
Kegedhen endhas kurang uteg.
Kebesaran kepala, otaknya kurang.
Alihan gungLagaknya kaya orang gedean, bodoh merasa pintar.
Merak kecancang
Bergaya anggun bak burung merak.
Malang kadhak
Berjalan gaya kesana kemari seperti itik.
Ini adalah gambaran orang yang mendem drajad, pangkat lan semat.
Orang yang mabuk kekuasaan, kedudukan, pangkat dan kekayaan materi.
Murang kara adalah orang yang berperilaku tidak baik seperti koruptor, manipulator, pemeras,yang menyalah gunakan kedudukan untuk mencari uang yang tidak halal.
Micakake wong melek
Orang yang tidak malu atas perbuatannya yang tidak baik, dia anggap semua orang itu buta, tidak tahu akan perbuatannya yang tercela seperti menggerogoti uang negara, memeras dsb.
Mungal mungil adalah orang yang tak punya pendirian.
Ngalem legine gulo
Memuji manisnya gula. Dengan menyanjung orang kaya/berpangkat mengharapkan diberi sesuatu.
Ngantuk nemu kethuk.
Ini gambaran orang malas, tanpa bekerja dapat rejeki.
Anjabung alus
Menipu dengan cara halus.
Keplok ora tombok
Orang yang mencela orang lain dan tidak membantu.
Ilang jarake, kari jaileHilang sudah sifat baik, yang ada hanya iri dan dengki.
Tingkah laku orang-orang dinegeri kacau.
Pada sebuah negeri yang tatanannya lagi kacau, diingatkan : Waspada, ada orang atau kelompok yang tidak terpuji perilakunya, seperti :
Ambondhan tanpo ratuTidak menghormati tatanan/peraturan, ulahnya mengacau.
Ngalasake negoro..Negara dianggap hutan, berbuat seenaknya sendiri.
Mampang mumpungBerbuat semaunya sendiri.
Alesus gumeterSengaja menyebarkan berita yang mengacau.
Sawat ambalang kayuDinegeri yang tatanannya baru sakit, ada saja peramal yang senangnya mengeluarkan ramalan-ramalan, meski kebanyakan ramalannya tidak benar.
Setan nggowo ting
Setan yang berkeliaran membawa lentera, artinya ada orang yang berkeliaran kesana kesini untuk menghasut dan berbuat jahat.
Caca upaBerbuat jahat supaya terjadi permusuhan, lalu menyediakan racunnya – Raja wisuna.
Bahni maya pramanaMelakukan kampanye busuk ( black campaign) sambil mencerca dan memaki lawannya.
Arep jamure, emoh watangePemalas, maunya hidup enak ,tetapi tidak mau bekerja keras.
Gecul kumpulKumpulan para penjahat.
Hadigang
Munculnya para pemimpin yang merasa kuat.
Hadigung
Merasa besar dan kuasa.
Hadiguna
Merasa pandai.
Sementara itu , banyak anak buahnya, pejabat dibawahnya yang tindakannya tidak punya malu :
Rai gedheg.
Mereka suka memeras kawula yang kebanyakan juga hidup susah, sampai kawula tak punya apa-apa, diibaratkan seperti : Pitik trondhol dibubuti .-Ayam yang bulunya jarang, masih juga dibubuti bulunya hingga plonthos, habis semua bulunya.
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
http://jagadkejawen.com/id/budi-pekerti/pitutur-luhur
Petuah dan ajaran warisan leluhur Jawa/Nusantara sengaja disebar kemana-mana, tidak berupa sebuah buku tuntunan. Ini dimaksudkan oleh para pinisepuh, supaya anak cucu termasuk penulis dan anda semua mengerti, bahwa belajar dan mencari ilmu itu perlu usaha yang tekun.
Tidak jemu-jemunya para pinisepuh menebarkan ajaran luhur lewat sloka-sloka, tembang-tembang, babad, cerita tutur, peribahasa dll, supaya anak keturunan dimanapun dan kapanpun selalu ingat untuk menjaga perilaku yang baik dan patut, selalu percaya diri, berpegang teguh kepada Budi Pekerti, tatakrama dan tata susila, tidak sombong, sopan dan bersikap rendah hati – andap asor.
Piweling/ ajaran yang utama adalah : Tansah eling marang Pangeran – Selalu ingat kepada Tuhan, sebab Gusti ora sare – karena Tuhan tidak tidur, artinya : mengetahui segalanya.
Petuah lewat peribahasa
Dalam pergaulan sehari-hari, beberapa peribahasa dibawah ini, kiranya masih relevan dan bermanfaat dan bila diperhatikan dan dilaksanakan yang baik dan dihindari yang jelek, akan membuat suasana kehidupan dimasyarakat enak, rukun dan menyenangkan.
Zaman Edan
Salah satu pitutur klasik yang kondang adalah Zaman Edan , karya agung pujangga Ranggawarsita, sebagai berikut :
Amenangi zaman edan
Mengalami zaman edan/gila
Ewuh aya ing pambudiSerba sulit menentukan perilaku
Melu edan nora tahanMau ikutan berbuat gila, tak sampai hati
Yen tan melu anglakoniKalau tak ikutan
Boya keduman milikTidak kebagian rejeki ( uang, harta)
Kaliren wekasanipunJadinya kelaparan
Dilalah karsa Allah
Sudah menjadi kehendak Tuhan
Begja-begajne kang lali, luwih begja kang eling lan waspadaSeberapapun untung yang didapat oleh orang yang lagi lupa, masih lebih bahagia orang yang sadar dan waspada.
Melecehkan kebenaran
Ada zaman yang menyedihkan bagi orang baik-baik, ketika kebenaran dan orang baik-baik dilecehkan, seperti pada ungkapan ini :
Wong bener thenger-thenger,
Wong salah bungah-bungah,
Wong apik ditampik-tampik.
Artinya :
Orang benar jadi susah,
Orang salah malahan senang hidupnya,
Orang baik tidak diterima bahkan diusir.
Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang.Yang jahat dibilang baik, yang baik dikatakan jahat.
Ini merupakan gambaran keadaan yang rancu, dimana nilai-nilai moral kejangkitan penyakit.
Sindiran kepada orang tak bermutu
Ada saja orang tak bermutu dizaman apapun, orang-orang yang berlagak sok pintar.
Contohnya :
Kakehan gludhug kurang udan.
Kebanyakan guntur, hujannya sedikit. Artinya kebanyakan ngomong, yang benar sedikit.
Kegedhen endhas kurang uteg.
Kebesaran kepala, otaknya kurang.
Alihan gungLagaknya kaya orang gedean, bodoh merasa pintar.
Merak kecancang
Bergaya anggun bak burung merak.
Malang kadhak
Berjalan gaya kesana kemari seperti itik.
Ini adalah gambaran orang yang mendem drajad, pangkat lan semat.
Orang yang mabuk kekuasaan, kedudukan, pangkat dan kekayaan materi.
Murang kara adalah orang yang berperilaku tidak baik seperti koruptor, manipulator, pemeras,yang menyalah gunakan kedudukan untuk mencari uang yang tidak halal.
Micakake wong melek
Orang yang tidak malu atas perbuatannya yang tidak baik, dia anggap semua orang itu buta, tidak tahu akan perbuatannya yang tercela seperti menggerogoti uang negara, memeras dsb.
Mungal mungil adalah orang yang tak punya pendirian.
Ngalem legine gulo
Memuji manisnya gula. Dengan menyanjung orang kaya/berpangkat mengharapkan diberi sesuatu.
Ngantuk nemu kethuk.
Ini gambaran orang malas, tanpa bekerja dapat rejeki.
Anjabung alus
Menipu dengan cara halus.
Keplok ora tombok
Orang yang mencela orang lain dan tidak membantu.
Ilang jarake, kari jaileHilang sudah sifat baik, yang ada hanya iri dan dengki.
Tingkah laku orang-orang dinegeri kacau.
Pada sebuah negeri yang tatanannya lagi kacau, diingatkan : Waspada, ada orang atau kelompok yang tidak terpuji perilakunya, seperti :
Ambondhan tanpo ratuTidak menghormati tatanan/peraturan, ulahnya mengacau.
Ngalasake negoro..Negara dianggap hutan, berbuat seenaknya sendiri.
Mampang mumpungBerbuat semaunya sendiri.
Alesus gumeterSengaja menyebarkan berita yang mengacau.
Sawat ambalang kayuDinegeri yang tatanannya baru sakit, ada saja peramal yang senangnya mengeluarkan ramalan-ramalan, meski kebanyakan ramalannya tidak benar.
Setan nggowo ting
Setan yang berkeliaran membawa lentera, artinya ada orang yang berkeliaran kesana kesini untuk menghasut dan berbuat jahat.
Caca upaBerbuat jahat supaya terjadi permusuhan, lalu menyediakan racunnya – Raja wisuna.
Bahni maya pramanaMelakukan kampanye busuk ( black campaign) sambil mencerca dan memaki lawannya.
Arep jamure, emoh watangePemalas, maunya hidup enak ,tetapi tidak mau bekerja keras.
Gecul kumpulKumpulan para penjahat.
Hadigang
Munculnya para pemimpin yang merasa kuat.
Hadigung
Merasa besar dan kuasa.
Hadiguna
Merasa pandai.
Sementara itu , banyak anak buahnya, pejabat dibawahnya yang tindakannya tidak punya malu :
Rai gedheg.
Mereka suka memeras kawula yang kebanyakan juga hidup susah, sampai kawula tak punya apa-apa, diibaratkan seperti : Pitik trondhol dibubuti .-Ayam yang bulunya jarang, masih juga dibubuti bulunya hingga plonthos, habis semua bulunya.
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
Budi Pekerti - 1
Budi Pekerti
Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini.
Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.
Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Penanaman Budi Pekerti
Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.
Dirumah dan keluarga
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).
Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.
Bahasa kromo dan ngoko
Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo : Kulo bade kesah.
Ngoko : Aku arep lunga.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.
Ora ilok, suatu kearifan
Orang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal, mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.
Tembang yang bermakna
Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).
Atau doa dan permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).
Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.
Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.
Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.
Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.
Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.
Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.
Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.
Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.
Etika Pergaulan
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.
Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum.
Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.
Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
Legenda –legenda tanah Jawa menggambarkan :
Tatakrama dan Tata Susila
Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.
Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
Kembali ke Budi Pekerti
Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya para politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang : Ini zaman edan !
Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.
Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ).
Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.
Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
http://jagadkejawen.com/id/budi-pekerti/pitutur-luhur
Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.
Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Penanaman Budi Pekerti
Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.
Dirumah dan keluarga
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).
Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.
Bahasa kromo dan ngoko
Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo : Kulo bade kesah.
Ngoko : Aku arep lunga.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.
Ora ilok, suatu kearifan
Orang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal, mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.
Tembang yang bermakna
Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).
Atau doa dan permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).
Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.
Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.
Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.
Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.
Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.
Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.
Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.
Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.
Etika Pergaulan
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.
Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum.
Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.
Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
- Didunia ini ada baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
- Ikutilah contoh dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur, jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan. Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.
- Jangan mencontoh sikap para Korawa,seratus orang putra Destarata,yaitu Duryudana dan adik-adiknya beserta kroni-kroninya. Mereka itu tidak jujur, serakah mencari kekayaan materi dan kekuasaan, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.Mereka digambarkan sebagai raksasa. Raksasa dalam bahasa Jawa adalah Buto artinya buta, tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat, yang salah dan yang benar.
- Dari epoch Ramayana, Prabu Rama, Anoman dan anah buahnya punya watak satria luhur, sebaliknya Rahwana, Sarpakenaka adalah raksasa-raksasa yang rakus dan keji, tanpa rasa kemanusiaan.
- Penghuni Alam Raya ini tidak hanya manusia, hewan dan mahluk yang kasat mata, tetapi juga ada mahluk-mahluk lain yang biasanya disebut mahluk halus, ada yang baik dan ada yang jahat wataknya.
- Ada alam Kadewatan yang dihuni dewa dewi yaitu di Kahyangan. Penguasa Jagat Raya adalah Sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara Guru.
- Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugerah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan Tuhan, Sang Pencipta.Garis kehidupan manusia sesuai ketentuan yang diketahui dan diizinkan Tuhan.Titah bisa berkomunikasi dengan Sang Penguasa Jagat Raya, Tuhan melalui perantaraan dewa dewi ataupun secara langsung. Ini tentu merupakan anugerah Gusti kepada titahnya yang terpilih, tidak sembarang orang.Pemberitahuan Ilahi juga bisa diterima melalui wahyu secara langsung ataupun lewat mimpi.Dalam cerita wayang, seseorang bisa dikontak oleh utusan Kahyangan setelah bertapa ditempat yang sepi untuk beberapa saat(.Dewa-dewi dalam pengertian lain bisa disebut Malaikat atau Angels).
- Manusia yang sudah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dibumi ini oleh Sang Pencipta, tidak layak kalau menyia-nyiakan hidupnya. Dia harus menjadi manusia yang berbudi pekerti, melaksanakan darma anak manusia untuk memayu hayuning bawana . ( Melestarikan bumi dan mempercantik kehidupan dibumi.)
Legenda –legenda tanah Jawa menggambarkan :
- Adanya raja-raja dan penguasa yang adil dan tidak adil;ada yang baik, bijak, tetapi ada juga yang bengis dan kejam.’
- Kejujuran dan kelicikan.
- Pahlawan dan pengkhianat
- Negeri aman, adil makmur dan negeri yang serba semrawut dan kacau.
- Kekuasaan untuk rakyat dan penyalahgunaan kekuasaan.
- Masyarakat adil makmur tata tentram kerta raharja adalah suasana kehidupan masyarakat yang didambakan orang Jawa.
Tatakrama dan Tata Susila
Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.
Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
- Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo, yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena minuman keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.
- Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan semua harta milik itu tidak kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
- Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia’Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.
- Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
- Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat.Sikap yang demikian ,mudah menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar.
- Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain : sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional ,bahkan internasional.
Kembali ke Budi Pekerti
Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya para politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang : Ini zaman edan !
Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.
Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ).
Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.
Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
http://jagadkejawen.com/id/budi-pekerti/pitutur-luhur
Sopan Santun - 2
Kembali ke Sopan Santun!!!
OPINI | 21 January 2011 | 09:14 Dibaca: 286 Komentar: 6 2 dari 2 Kompasianer menilai Bermanfaat
Dulu… Indonesia dikenal sebagai negeri yang ramah.
Pada zaman itu, dimana orang tua menghargai anak muda dan anak muda
sangat menghormati kaum tua. Timbal balik yang membuat harmonisasi
hidup begitu damai, indah dan menyejukkan. Alhamdulillah saya sedikit
ikut merasakannya.
Kenapa zaman dulu hal tersebut bisa terjadi? Ada dua alasan yang saya kemukakan.
Pertama, Agama Islam.
Agama Islam mengajarkan untuk menghargai yang muda dan menghormati yang tua. Di negeri ini mayoritas Islam. Dulu ketika penduduknya masih menjalankan islamnya secara intens maka sopan santun diterapkan dengan sebenar-benarnya karena sopan santun adalah bagian dari islam. Kebalikannya dengan zaman sekarang, Islam seperti sudah jadi simbol atau status saja. Maka tidak heran, sopan santun tidak dikenal lagi. Gimana mau sopan santun sama manusia, kalau sopan santun sama Tuhannya pun tidak ada.
Kedua, Guru dan Tetua Adat.
Mereka menjadi orang-orang terdepan yang mengedepankan sistem sopan santun ini. Dengan giat mereka mengajarkan adat sopan santun, di mesjid, di rumah atau di acara perkumpulan adat. Namun di zaman ini, semua mulai kabur, mulai padam, mulai sirna seperti akan menghilang ditelan bumi andai tidak ada perbaikan lagi.
Oleh karena itu mari kita berpikir bagaimana mengembalikan zaman-zaman keemasan tersebut. Anda sebagai generasi yang pernah merasakan zaman itu saya ajak berpartisipasi, untuk mengembalikan budaya sopan santun.
Apakah kita tidak miris, ketika anak kecil kemarin sore memanggil pemuda yang jauh umurnya dengan nama tanpa ada embel-embel “abang, mas, aa, dll “. Mereka melakukannya tanpa merasa bersalah, oleh karena orang tua mereka tidak melarangnya. Orang-orang lewat di depan orang yang sedang duduk, boro-boro bilang permisi tersenyumpun sepertinya enggan [jadi inget nyanyian bang Iwan Fals].
Hal ini adalah penyakit! Mari kita obati. Padahal sopan santun itu jika diterapkan akan mencegah banyak keributan, mencegah terjadi pertengkaran, mempererat rasa persaudaraan, serta menjadi obat bagi mental bangsa yang sudah mulai hancur ini.
Dulu di sekolah dan tempat mengaji atau diriungan, saya diajarkan oleh guru atau saudara. Kalau lewat di depan orang tua harus membungkuk dan bilang permisi. Pun seandainya kalau lewat di depan orang-orang yang sedang duduk atau kita ingin melewati suatu kumpulan maka kita harus bilang permisi.
Namun sepertinya sekarang pelajaran itu tidak ada lagi. Anak kemarin sore lewat di depan kerumunan orang, tidak ada sopan santunnya, lewat begitu saja bagai batang pisang yang hanyut di sungai, ada raganya namun dingin tidak ada jiwanya. Orang tua cuek dengan keadaan itu karena mereka pun sudah mulai tidak perduli lagi dengan adat sopan santun.
Oleh karena itu mari kita perbaiki budaya sopan santun ini, jika anda orang tua ajarkan kepada anaknya untuk berbuat sopan santun. Karena sopan santun itu tidak mahal, tidak mengeluarkan biaya. Jika anda seorang kakak, ajarkan kepada adiknya untuk berbuat sopan santun karena pastinya anda sayang dengan adik anda. Tentunya jika anda guru, anda WAJIB mengajarkan kepada anak didik anda untuk mengajarkan sopan santun karena sekolah adalah gerbang awal dari pembentukan watak seseorang.
Mari kita buat negeri ini kembali sebagai negeri ramah. Negeri yang akan banyak mendapat berkah karena keramahan. Amien.
Kenapa zaman dulu hal tersebut bisa terjadi? Ada dua alasan yang saya kemukakan.
Pertama, Agama Islam.
Agama Islam mengajarkan untuk menghargai yang muda dan menghormati yang tua. Di negeri ini mayoritas Islam. Dulu ketika penduduknya masih menjalankan islamnya secara intens maka sopan santun diterapkan dengan sebenar-benarnya karena sopan santun adalah bagian dari islam. Kebalikannya dengan zaman sekarang, Islam seperti sudah jadi simbol atau status saja. Maka tidak heran, sopan santun tidak dikenal lagi. Gimana mau sopan santun sama manusia, kalau sopan santun sama Tuhannya pun tidak ada.
Kedua, Guru dan Tetua Adat.
Mereka menjadi orang-orang terdepan yang mengedepankan sistem sopan santun ini. Dengan giat mereka mengajarkan adat sopan santun, di mesjid, di rumah atau di acara perkumpulan adat. Namun di zaman ini, semua mulai kabur, mulai padam, mulai sirna seperti akan menghilang ditelan bumi andai tidak ada perbaikan lagi.
Oleh karena itu mari kita berpikir bagaimana mengembalikan zaman-zaman keemasan tersebut. Anda sebagai generasi yang pernah merasakan zaman itu saya ajak berpartisipasi, untuk mengembalikan budaya sopan santun.
Apakah kita tidak miris, ketika anak kecil kemarin sore memanggil pemuda yang jauh umurnya dengan nama tanpa ada embel-embel “abang, mas, aa, dll “. Mereka melakukannya tanpa merasa bersalah, oleh karena orang tua mereka tidak melarangnya. Orang-orang lewat di depan orang yang sedang duduk, boro-boro bilang permisi tersenyumpun sepertinya enggan [jadi inget nyanyian bang Iwan Fals].
Hal ini adalah penyakit! Mari kita obati. Padahal sopan santun itu jika diterapkan akan mencegah banyak keributan, mencegah terjadi pertengkaran, mempererat rasa persaudaraan, serta menjadi obat bagi mental bangsa yang sudah mulai hancur ini.
Dulu di sekolah dan tempat mengaji atau diriungan, saya diajarkan oleh guru atau saudara. Kalau lewat di depan orang tua harus membungkuk dan bilang permisi. Pun seandainya kalau lewat di depan orang-orang yang sedang duduk atau kita ingin melewati suatu kumpulan maka kita harus bilang permisi.
Namun sepertinya sekarang pelajaran itu tidak ada lagi. Anak kemarin sore lewat di depan kerumunan orang, tidak ada sopan santunnya, lewat begitu saja bagai batang pisang yang hanyut di sungai, ada raganya namun dingin tidak ada jiwanya. Orang tua cuek dengan keadaan itu karena mereka pun sudah mulai tidak perduli lagi dengan adat sopan santun.
Oleh karena itu mari kita perbaiki budaya sopan santun ini, jika anda orang tua ajarkan kepada anaknya untuk berbuat sopan santun. Karena sopan santun itu tidak mahal, tidak mengeluarkan biaya. Jika anda seorang kakak, ajarkan kepada adiknya untuk berbuat sopan santun karena pastinya anda sayang dengan adik anda. Tentunya jika anda guru, anda WAJIB mengajarkan kepada anak didik anda untuk mengajarkan sopan santun karena sekolah adalah gerbang awal dari pembentukan watak seseorang.
Mari kita buat negeri ini kembali sebagai negeri ramah. Negeri yang akan banyak mendapat berkah karena keramahan. Amien.
Sopan Santun - 1
Mengajarkan Sopan Santun kepada Anak
Dalam PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Islam, Pendidikan pra sekolah, Penelitian Pendidikan, Taman Kanak-Kanak di April 22, 2012 pada 10:41 am “Anak-anak ke toilet tanpa minta ijin”, “anak-anak keluar masuk kelas tanpa ijin guru”, “anak-anak bertanya dengan cara menyeletuk”, dll. Banyak keluhan yang menjadi masalah guru SD yang dilist oleh teman-teman guru di salah satu SD Islam di Semarang yang sering saya kunjungi. Intinya, para guru sedang berhadapan dengan masalah karakter atau etika siswa SD yang tampaknya perlu diperbaiki.Pernah sekali saya duduk bersebelahan dengan seorang anak SD di dalam bis Kota Solo. Setelah agak lama kami berdiam diri, sebab saya pun sangat capek, saya iseng bertanya kepadanya, “Sekolahnya di mana?” Dia menyebutkan sebuah nama SD yang ada di dekat kampus UNS. “Hari ini ujian ya? Bisa ndak?” (waktu itu saya ingat sedang masa ujian anak SD). “Ya, alhamdulillah”. “Sekarang mau pulang?” Dijawab olehnya, “Ndak, Bu. Mau niliki (nengok) Ibu yang jualan di pasar”. Saya kemudian mengakhiri percakapan dan kami terdiam lama menikmati laju bis yang sungguh pelan. Tak lama dia berdiri hendak turun, dan yang membuat saya kagum, tak lupa dia mengucapkan, “Monggo, Bu”. Saking terkesimanya karena anak sekecil itu sangat santun, saya cuma menjawab, “Ya”. Saya masih sempat menengok dan mendengar suara seorang Ibu yang tampaknya ibunya, menyambutnya dengan sayang, “Eh, wis mulih tho, le?” (Eh, sudah pulang, Nak?). Saya tersenyum dan terbayang, alangkah bahagianya si Ibu mempunyai anak yang sungguh santun.
Lalu, bagaimana si anak tsb diajari oleh orang tuanya? Dan bagaimana pula mengajarkan semua adab, kesopanan, unggah-ungguh kepada anak-anak seusia SD?
Orang tua si anak tentu adalah orang yang santun pula, sehingga anaknya pun dengan mudah menirunya, karena setiap hari mereka mereka melihat dan mendengar kesantunan orang tuanya. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang tidak atau jarang mendengar orang tuanya berbicara dengan orang lain? Mereka lebih banyak mendengar orang tuanya menyuruh pembantu di rumah dengan suara keras atau teriakan? Untuk anak-anak seperti itu, maka guru-guru di sekolah memiliki tugas ekstra untuk mendidik mereka agar menjadi pribadi yang sopan.
Anak-anak SD berada pada usia pertumbuhan yang sangat pesat. Mereka umumnya sangat senang bergerak, berteriak, bermain, berbicara, dan sulit diajak diam. Tetapi mereka memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada gurunya. Karenanya, ketika berdebat dengan teman-temannya, dia sering membawa nama-nama guru sebagai bentuk pembelaan, misalnya dengan mengatakan, “Kata Bu Anu, itu ndak boleh”. Atau, ketika membantah orang tuanya, dia pun membawa-bawa dalil gurunya.
Oleh karenanya, pembelajaran sopan santun di sekolah, perlu memanfaatkan kepercayaan siswa tsb kepada gurunya. Aturan hendaknya dibuat oleh guru dengan mengajak siswa untuk merundingkan dan menyepakatinya bersama. Misalnya, adab murid dalam bertanya, bagaimana sebaiknya aturan mainnya? Apakah murid bisa langsung bertanya atau perlu mengacungkan tangan terlebih dahulu, dan meminta ijin untuk bertanya? Misalnya, dengan mengatakan, “Bu, maaf, bolehkah saya bertanya?” atau “Bu, saya mau tanya”, dll.
Ketika siswa hendak ke toilet, barangkali perlu mereka belajar kalimat sopan, “Bu, saya mau ijin ke kamar kecil”, atau “Bu, ijin ke kamar mandi”. Dan sekembalinya dari kamar mandi, siswa mengucapkan, “Bu, terima kasih”.
Untuk menanamkan kesopanan seperti itu, kalimat-kalimat di atas perlu diajarkan dengan cara menghafalkannya, dan dipraktekkan. Kalimat yang dipilih adalah kalimat yang baku, karena tidak sekedar sopan santun yang ingin diajarkan, tetapi juga bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh karena itu, selama siswa belum memahami bagaimana kalimat yang baku untuk meminta ijin, maka guru hendaknya mengajarkan satu pola kalimat meminta ijin yang tingkat kesulitannya disesuaikan dengan usia siswa pengguna. Misalnya, anak kelas 1, kosa katanya masih sederhana, sehingga tidak perlu mengajarkan kalimat yang panjang-panjang. Cukup yang sederhana, tetapi sudah memuat unsur kesopanan dan inti masalah yang ingin dia sampaikan.
Anak-anak yang berada di kelas atas (4-6), umumnya semakin sulit diajar dan jiwa memberontak serta kenakalannya semakin kentara. Itu yang disampaikan oleh teman-teman guru di sekolah tsb. Memang demikian adanya, namun tidak berarti mereka tidak bisa diajari sopan santun. Pola yang sama dengan anak kelas rendah (1-3) dapat diterapkan, yaitu dengan meminta mereka menghafal dan menggunakan kalimat terpilih ketika hendak minta ijin keluar kelas. Sekalipun pada tahap awal, mereka akan mengucapkannya sambil bermain-main atau berteriak, guru jangan berputus asa. Tetaplah koreksi apabila mereka salah atau lupa mengucapkannya. Anak-anak yang sulit sekali diajari untuk berlaku sopan, panggilah dia dan ajaklah bicara dari hati ke hati, sebab biasanya si anak memiliki masalah.
Dengan pola menghafal, diharapkan kalimat terpilih yang memenuhi kriteria sopan dapat secara spontan dipakainya di manapun, dan lama kelamaan menjadi kebiasaan yang melekat. Pola membiasakan sebuah adab melalui program hafal kalimat dan praktek rutin akan lebih mudah diajarkan kepada anak-anak TK atau SD kelas rendah. Anak-anak kelas 1 SD biasanya menganggap gurunya adalah yang paling hebat dan paling benar. Oleh karena itu, apa yang diajarkan kepada mereka, haruslah perkara yang baik dan benar.
Untuk membentuk anak-anak menjadi generasi yang santun, orang dewasa di sekitarnya harus merelakan diri membimbing mereka dan tidak boleh bosan melakukannya.
Pendidikan Berkarakter-3
XuX6yKzL6AgKvzXZSf1tUJ07EQY
Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada
kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah
sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid,
ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian
dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang
biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.
Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.
Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Headlines News :
Contoh Soal Ulangan IPA Kelas 4 Semester 1 Monday, April 16, 2012
Artikel Pendidikan: Konsep Pendidikan Karakter
Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.
Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Langganan:
Postingan (Atom)